Teori Belajar Humanistik/Sosial dan Penerapannya dalam Pembelajaran



  1. Pengertian Humanistik
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Pada teori humanistik ini mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Teori belajar humanistik menyatakan bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri dapat tercapai secara optimal. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Teori ini lebih menitikberatkan pada proses belajar yang dianggap berhasil apabila individu telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Jadi, teori ini sifatnya lebih abstrak dan menuju pada bidang filsafat, kepribadian, dan psikologi belajar. Indikator dari keberhasilannya adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir perilaku atas kemauannya sendiri.
  1. Arthur Comb
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan.
Misalnya guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Dengan memahami perilaku seseorang dari sikap internalnya, maka guru mampu membedakan seseorang dengan yang lain.
  1. Abraham Mashlow
Abraham H. Maslow adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Pada teori ini menurut Abraham Maslow yang terpenting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan. Proses belajar yang ada pada diri manusia adalah proses untuk sampai pada aktualisasi diri (learning to be)  (Rumini, dkk. 1993).
Maslow mengansumsikan bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk berkembang. Manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang berarti manusia akan mengalami pematangan melalui lingkungan yang menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya.
Kebutuhan hierarki menurut Maslow :
1.      Kebutuhan fisiologis (Physiological)
Kebutuhan yang bersifat dasar. Contoh : kebutuhan akan udara, makanan, minuman, dan sebagainya.
2.      Rasa Aman (Safety)
Berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut, cemas dan sebagainya.
3.      Rasa memiliki dan dimiliki (Belonginglove)
Seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Kebutuhan mempunyai hubungan yang hangat dan akrab. Mencintai dan dicintai, setia kawan dan butuh kesetiakawanan, serta memiliki sifat yang baik dalam bermasyarakat.
4.      Harga diri (Self esteem)
Kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, dan kemandirian. Kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan bentuk apresiasi dari orang lain.
5.      Aktualisai diri (Self actualization)
Kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
  1. Carl Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
Asumsi-asumsi dasar dari teori humanistik meliputi dua asumsi besar yaitu,
a.       Kecenderungan formatif
b.      Kecenderungan mengaktualisasi
Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self yaitu kesadaran  kebutuhan pemeliharaan, peningkatan diri, penghargaan positif (positive regard), penghargaan diri yang positif (positive self-regard).
Pandangan tentang manusia menurut Rogers meliputi  manusia pada dasarnya baik dan penuh kepositifan, manusia mempunyai kemampuan untuk membimbing, mengatur, dan mengontrol dirinya sendiri, setiap individu pada dirinya terdapat motor penggerak.
  1. Aldous Huxley
Aldous Huxley menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi.
  1. Mills dan Stanley Scher
Mills dan Stanley Scher mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar. Elemen kognitif menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan, caracara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain.
  1. Self Efficacy (Menurut Albert Bandura)
Keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin manusia untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIO KULTURAL DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

REFLEKSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF